Era modern merupakan era dimana
perkembangan teknologi sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Pada era ini
banyak masyarakat kita yang mulai beralih menggunakan teknologi dan
meninggalkan budaya tardisionalnya. Perkembangan teknologi tidak hanya
mempengaruhi masyarakat secara umum saja namun perkembangan teknologi ini juga
ikut mempengaruhi pola dan perilaku anak-anak. Budaya tradisonal dimana
permainan atau mainan tradisional yang dulu masih sering dimainkan anak-anak,
sekarang telah dikalahkan dengan adanya permainan modern, misalnya game online
dan gadget yang dimiliki. Dampaknya, banyak dari mereka yang sama sekali tidak
mengetahui pengetahuan mengenai mainan tradisional dan budayanya sendiri.
Lunturnya budaya khususnya mainan tradisional ini menjadikan perlu adanya
kegiatan untuk memperkenalkan kembali budaya tradisional. Angon Bocah menjadi
salah satu kegiatan yang dapat dilakukan sebagai upaya pengenalan kembali
pengetahuan budaya tradisioanal bagi masyarakat umum khususnya anak-anak.
Angon bocah sendiri merupakan tradisi yang
sudah lama ada pada masyarakat Jawa, namun tradisi ini tidak sepopuler dengan
tradisi jawa yang lainnya seperti:
tradisi lahiran, khitanan, mantenan atau kematian. Angon bocah merupakan salah satu dari
serangkaian upacara Tumbuk Ageng, Tumbuk berarti bertepatan sedangkan Ageng berarti besar, suatu upacara dari
serangkaian siklus hidup manusia Jawa yang diselenggarakan pada masa tua, saat seseorang
tepat berusia 8 x 8 tahun (64 tahun), karena pada saat usia 64 tahun ini, hari wetonnya tepat sama dengan hari weton pada saat ia lahir ke dunia
sebagai bayi, karenanya delapan windu merupakan berkah agung bagi seseorang
yang dapat melewati waktu hidup sekian lama.
Angon artinya menggembala, pada umumnya
kata ini dipergunakan untuk hewan ternak, tetapi dalam rangkaian upacara tumbuk
ageng, angon dipadukan dengan kata bocah, bahkan dalam pelaksanaannya “Eyang”
juga membawa piranti cemeti (alat
pecut), ibarat orang yang sedang angon atau menggembala sebagai simbol untuk
menggiring agar ingon-ingonannya (peliharaanya) tidak ke mana-mana, atau anak
keturunannya diharapkan hidup “trep
karo paugeraning ngaurip” dalam istilah bahasa Indonesia berarti sesuai dengan
norma kehidupan. Angon bocah berusaha luruh, tetap
rendah hati dan tidak tumbuh kesombongan diri, meski anak-anaknya sudah bekerja
mapan bahkan mungkin sudah memiliki kedudukan yang bisa dibanggakan, dalam
istilah jawa anake uwis ana sing dadi uwong,
dalam mengungkapkan kegembiraan dan rasa syukurnya “Eyang” tetap arif setiap
ditanya hendak kemana, jawabannya tidaklah berpesta atau berbelanja tetapi
tetap satu kalimat sederhana yaitu Angon Bocah.
Anak, cucu dan cicit semuanya diberi sangu uang dari hasil “Eyang”
mengumpulkan beberapa bulan sebelumnya, kemudian semuanya di “angon” diajak berjalan-jalan ke pasar
untuk membeli apa yang mereka suka, seperti membeli makanan yang mereka
inginkan bersama. Selain itu angon bocah juga merupakan cara mendekatkan antar
sanak saudara yang lama tidak berjumpa karena sibuk dengan aktivitas mereka
masing-masing.
0 komentar:
Posting Komentar